Myanmar
Dari Pengetahuan Tentang Ilmu bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Republik Persatuan Myanmar (juga dikenal sebagai
Birma, disebut "
Burma" di
dunia Barat) adalah sebuah
negara di
Asia Tenggara. Negara seluas 680 ribu km² ini telah diperintah oleh pemerintahan militer sejak
kudeta tahun
1988. Negara ini adalah
negara berkembang dan memiliki populasi lebih dari 50 juta jiwa.
Ibu kota negara ini sebelumnya terletak di
Yangon sebelum dipindahkan oleh pemerintahan junta militer ke
Naypyidaw pada tanggal
7 November 2005.
Pada 1988, terjadi gelombang demonstrasi besar menentang pemerintahan
junta militer. Gelombang demonstrasi ini berakhir dengan tindak
kekerasan yang dilakukan tentara terhadap para demonstran. Lebih dari
3000 orang terbunuh.
Pada pemilu 1990 partai pro-demokrasi pimpinan
Aung San Suu Kyi memenangi 82 persen suara namun hasil pemilu ini tidak diakui rezim militer yang berkuasa.
Perubahan nama
Perubahan nama dari Birma menjadi Myanmar dilakukan oleh pemerintahan
junta militer pada tanggal
18 Juni 1989.
Junta militer mengubah nama Birma menjadi Myanmar agar etnis non-Birma
merasa menjadi bagian dari negara. Walaupun begitu, perubahan nama ini
tidak sepenuhnya diadopsi oleh dunia internasional, terutama di
negara-negara persemakmuran Inggris.
Beberapa negara Eropa seperti Inggris dan Irlandia yang tidak
mengakui legitimasi kekuasaan junta militer tetap menggunakan "Burma"
untuk merujuk kepada negara tersebut.
PBB, yang mengakui hak negara untuk menentukan nama negaranya,
menggunakan Myanmar, begitu pula dengan Perancis dan Jerman. Di Jerman,
kementerian luar negeri menggunakan Myanmar, tetapi hampir seluruh media
Jerman menggunakan "Burma".
Pemerintah AS, yang tidak mengakui legitimasi kekuasaan junta militer
tetap menggunakan "Burma" tetapi mayoritas media besar seperti
The New York Times,
CNN dan
Associated Press menggunakan Myanmar.
Pemerintah junta juga mengubah nama Rangoon menjadi
Yangon. Pada tanggal
7 November 2005, pemerintah membangun ibu kota baru, bernama
Naypyidaw.
Perubahan lagu kebangsaan dan bendera
Perubahan lagu kebangsaan dan bendera dilakukan pemerintah junta pada tanggal
21 Oktober 2010.
Gelombang protes 1988
Meski terkenal akan pelanggaran HAM, Myanmar justru memiliki sejarah
protes massa yang panjang. Ketika Indonesia bungkam dengan gerakan bawah
tanah di era Soeharto, gelombang protes Myanmar justru menguat sejak
dimulainya masa pemerintahan militer Jenderal Ne Win. Tahun 1988,
gelombang protes massa Myanmar ini melibatkan pelajar, pejabat sipil,
pekerja hingga para biksu Budha. Protes hadir saat Ne Win menggunakan
tentara bersenjata demi kudeta militer.
Sejak awal massa Myanmar memang telah menginginkan berakhirnya junta
militer ini. . The State Peace and Development Council's (SPDC's)
Myanmar mengajukan tuntutan yang populer untuk mereformasi pemerintahan
menjadi neo-liberal. Tuntutan reformasi ini terutama berlaku untuk
ekonomi, termasuk saat bulan lalu pemerintah Myanmar menarik subsidi
BBM.
Protes massa Myanmar memang tak segaduh Amerika yang liberal.
Dimana-mana rezim militer masih memegang kendali sosial. Asia Times
mencatat, gerakan protes umumnya mulai dalam jumlah kecil dan tersebar.
Beberapa bulan terkahir ini misalnya, protes kecil dan damai terus
berkelanjutan di ibukota Yangon.
Namun kemarahan publik ini bisa berubah menjadi efek bola salju dan
menjadi gerakan massa besar-besaran. Salah satunya yang terjadi di
Pakkoku. Setelah bola salju ini pecah, maka perlahan akan kembali
menggumpal. Beberapa hari setelah kejadian Pakkoku, 500 biksu kembali
berbaris damai di Yangon, Myanmar. Layaknya biksu, New York Times
mencatat gerakan ini malah berdoa untuk kedamaian dan keselamatan
setelah peristiwa Pakkoku.
Gerakan dalam protes bukan hanya terjadi dari satu pihak saja.
Pemerintah Myanmar juga menyikapinya dengan Union Solidarity and
Development Association (USDA). USDA tercatat kerap bergabung dalam
gelombang protes ini. Organisasi propemerintah ini tercatat bahkan ikut
terlibat dalam upaya pembunuhan Suu Kyi pada tahun 2003. Meski gagal,
aksi tersebut memakan korban simpatisan National League for Democracy
(NLD) sebagai gantinya.
“Anggota kelompok ini (USDA) dilatih khusus untuk mengontrol massa
dan mengubah protes menjadi aksi kekerasan,” kata seorang Diplomat barat
di Yangon pada Asia Times. Dunia Barat mencurigai gerakan ini berada
dalam sayap yang sama dengan intelejen Myanmar. Apalagi, setiap aksi
protes yang terjadi sangat sulit untuk diliput oleh para jurnalis,
termasuk jurnalis internasional. Rekrut anggota juga dicurigai berasal
dari para kriminal. Seiring bertambahnya anggota USDA, sekurangnya 600
kriminal juga dilepaskan dari Penjara Yangon. Hingga kini anggota USDA
diperkirakan mencapai 2000 orang.
USDA berfungsi menyaingi kelompok pelajar dan biksu Buddha yang vokal
dalam aksi protes. Apalagi secara khusus aktivis Myanmar telah memiliki
organisasi protes massanya sendiri. Organisasi 88 Generation Student
ini didirikan oleh penyair internasional asal Myanmar Ming Ko Naing dan
Ko Ko Gyi. Keduanya mendirikan organisasi ini setelah dibebaskan dari 14
tahun penjara, dan cukup populer di mata masyarakat Myanmar. Meski
berlabel pelajar, Generation 88 kerap bekerjasama dengan para pekerja,
sipil hingga para biksu Buddha.
“Kami percaya tak satupun warga Myanmar yang rela menerima aksi
kekerasan politik junta militer,” kata salah satu pemimpin Generation 88
Htay Kywe pada Asia Time. Dan dalam setiap protes massa Myanmar hampir
bisa dipastikan USDA dan Generasi 88(
Generation 88) berperan didalamnya.
Gelombang protes 2007
Protes dimotori oleh para
biksu
budha di Myanmar. Pada awalnya para biksu menolak sumbangan makanan
dari para jendral penguasa dan keluarganya, penolakan ini menjadi simbol
bahwa para biksu tidak lagi mau merestui kelakuan para penguasa militer
Myanmar. Aksi demo juga dipicu oleh naiknya harga BBM beberapa ratus
persen akibat dicabutnya subsidi. Demo melibatkan ribuan bikshu kemudian
meletus diberbagai kota di Myanmar, para warga sipil akhirnya juga
banyak yang mengikuti. Pemerintah Junta Militer melakukan aksi kekerasan
dalam membubarkan demo-demo besar ini, Pagoda-pagoda disegel, para
demonstran ditahan, dan senjata digunakan untuk membubarkan massa.
Banyak biksu ditahan, beberapa diyakini disiksa dan meninggal dunia.
Sepanjang Gelombang protes terjadi belasan orang diyakini menjadi
korban, termasuk seorang reporter berkebangsaan Jepang, Kenji Nagai,
yang ditembak oleh tentara dari jarak dekat saat meliput demonstrasi.
Kematian warga Jepang ini memicu protes Jepang pada Myanmar dan
mengakibatkan dicabutnya beberapa bantuan Jepang kepada Myanmar.
Akar permasalahan gelombang protes
Etnis Birma, berasal dari
Tibet,
merupakan etnis mayoritas di Myanmar. Namun, etnis Birma adalah
kelompok yang datang belakangan di Myanmar, yang sudah lebih dahulu
didiami etnis Shan (Siam dalam bahasa Thai). Etnis Shan pada umumnya
menghuni wilayah di sepanjang perbatasan Thailand-Myanmar. Sebelum etnis
Birma datang, selain etnis Shan, sudah ada etnis Mon, yang menghuni
wilayah selatan, juga dekat perbatasan dengan Thailand.
Sebagaimana terjadi di banyak negara, di antara tiga etnis utama di
Myanmar ini terjadi perang. Satu sama lain silih berganti menjadi
penguasa di daerah yang dinamakan Birma, kini Myanmar. Inilah yang
terjadi, perebutan kekuasaan, sebelum kedatangan Inggris pada tahun
1885.
Ada juga etnis lain di Myanmar, yang kemudian turut meramaikan
ketegangan politik sebelum penjajahan dan pasca-penjajahan Inggris.
Misalnya, ada etnis Rakhine, lebih dekat ke
Bangladesh.
Saat penjajahan, berbagai kelompok etnis ini berjuang untuk
mengakhiri penjajahan. Setelah penjajahan berakhir dan merdeka pada
tanggal
4 Januari 1948, makin terjadi kontak lebih ramah antara etnis Birma dan semua etnis non-Birma.
Birmaisasi
Aung San, ayah dari Aung San Suu Kyi, bersama U Nu adalah tokoh utama
di balik kemerdekaan dan menjadi pemimpin negara. Akan tetapi, pada
tahun 1962, militer yang didominasi etnis Birma mengambil alih kekuasaan
negara. Ne Win adalah otak di balik kudeta itu.
Cikal bakal junta militer sekarang (disebut sebagai Dewan Negara
untuk Perdamaian dan Pembangunan / SPDC) berasal dari kekuasaan Ne Win
itu. SPDC sendiri didominasi oleh etnis Birma. Konfigurasi kekuasaan hak
pun menjadi tidak berimbang antara etnis Birma yang mendominasi dan
etnis non-Birma yang merasa ditindas. Sehingga muncullah perlawanan dari
beberapa etnis non-Birma, termasuk etnis Karen, yang mendominasi
wilayah pegunungan di utara, yang dikenal sebagai
golden triangle (segitiga emas).
Birma memilih cara apa pun untuk mencegah hal itu terjadi. Sejak
1960-an, terjadilah diaspora warga Myanmar. Berbagai warga Myanmar dari
kelompok etnis kini tinggal di Thailand, Bangladesh, Cina, Laos, dan
India. Semua negara ini berbatasan langsung dengan Myanmar.
Kemenangan kubu demonstrasi, pimpinan Aung San Suu Kyi pada Pemilu
tahun 1990, tak dikehendaki oleh kelompok etnis Birma. Kubu Suu Kyi dan
dan etnis non-Birma lainnya merupakan ancaman bagi supremasi etnis
Birma. Kemenangan Suu Kyi pun dihadang. Kekuasaan direbut. Beginilah
yang terjadi seterusnya dan seterusnya.
Pembagian administratif
14 negara bagian dan divisi Myanmar.
Myanmar dibagi menjadi tujuh negara bagian (
pyine) dan tujuh region, yang sebelum Oktober 2010 disebut "divisi" (
yin).
[1] Region-region sebagian besar dihuni oleh etnis
Bamar, sementara negara bagian (
)
sebagian besar dihuni etnis-etnis minoritas tertentu. Setiap negara
bagian dan region kemudian dibagi lagi menjadi distrik-distrik.
Region
Negara bagian
Kelompok etnis di Myanmar
- Bamar/Birma. Dua pertiga dari total warga Myanmar. Beragama Buddha, menghuni sebagian besar wilayah negara kecuali pedesaan.
- Karen.
Suku yang beragama Buddha, Kristen atau paduannya. Memperjuangkan
otonomi selama 60 tahun. Menghuni pegunungan dekat perbatasan dengan
Thailand.
- Kayah. Etnis yang beragama Buddha yang berkerabat dengan etnis Thai.
- Arakan. Juga disebut Rakhine, umumnya beragama Buddha dan tinggal di perbukitan di Myanmar barat.
- Mon. Etnis yang beragama Buddha yang menghuni kawasan selatan dekat perbatasan Thailand.
- Kachin. Kebanyakan beragama Kristen. Mereka juga tersebar di Cina dan India.
- Chin. Kebanyakan beragama Kristen, menghuni dekat perbatasan India.
- Rohingya. Etnis yang beragama Islam yang tinggal di utara Rakhine, banyak yang telah mengungsi ke Bangladesh atau Thailand.